PENGEMBANGAN MAKNA KATA “WALAD” PADA AYAT KEWARISAN PERSPEKTIF YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
(Kajian Sosiohistoris Fikih Kewarisan Klasik dan Kontemporer)
Oleh : Drs. H. Abd. Salam, S.H. M.H
Hakim Tinggi Pada Pengadilan Tinggi Agama Ambon
Pendahuluan
Meskipun masalah kewarisan telah dikupas tuntas oleh nash tasyri’, yaitu al-Qur-an dan as-Sunnah, namun untuk mempraktekkan Al-Qur-an dan As-Sunnah tersebut tidaklah gampang, terbukti bahwa sejak pada masa sahabat yang dianggap paling mengetahui makna Al-Qur-an dan paling memahami As-Sunnah ternyata banyak menemui kesulitan sehingga memunculkan sejumlah perbedaan pendapat dalam memutuskan masalah kewarisan. Hal tersebut terjadi karena perbedaan interpretasi mereka terhadap nash (teks) walaupun berangkat dari teks yang sama. Dari berbagai perbedaan pandangan tersebut yang cukup menarik untuk dijadikan kajian kali ini adalah tentang perbedaan interpretasi pemaknaan kata walad dalam ayat-ayat waris. Karena dari perbedaan pemaknaan kata walad tersebut berimplikasi pada perbedaan yang cukup mendasar.
Selengkapnya KLIK DISINI